HUKUM DAGANG DAN CONTOH KASUS

NAMA   : JUNAIDAH SUSILOWATI

NPM             : 120404010002

FAK/ PRODI : FE/ MANAJEMEN

 

HUKUM DAGANG

DAN KASUS HUKUM DAGANG

Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah  dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.

Ada isitlah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan  dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 – 5 kitab undang-undang hukum dagang. Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.

Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata

hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis  derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

BERLAKUNYA HUKUM DAGANG

Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat para pedagang saja. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian dari perdagangan mengalami perluasan kata menjadi segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha. Jadi sejak saat itulah Hukum Dagang diberlakukan bukan cuma untuk pedagang melainkan juga untuk semua orang yang melakukan kegiatan usaha.

Sumber :

http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/hubungan-pengusaha-dan-pembantu.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/hukum-dagang-27/

Kartika Sari, Elsi., Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi.

Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

 

 

 

 

Contoh Kasus Hukum Dagang

Analisis Kasus Hukum Merek Dagang

 

“Mie Sedaap” Vs” Mi Sedaaap”

 

Mungkin tak banyak yang menyadari bahwa kedua merek tersebut sebenarnya berasal dari perusahaan yang berbeda. Sekilas produk tersebut memang sama, dilihat dari corak dan warna hurufnya pun hampir sama, tetapi setelah diamati terdapat perbedaan penulisan pada kata “sedap” di mana yang satu menuliskan dengan “aa” dan satunya lagi “aaa”.

Produk Mie Sedaap yang pertama, dibawahi oleh perusahaan WINGSFOOD merupakan  produk dengan merk “mi sedap” yang lebih dahulu muncul. Sedangkan pesaingnya, yaitu Mi Sedaaap atau lebih tepatnya Supermi Sedaaap, adalah merk yang kedua (merk tiruan) yang diproduksi oleh INDOFOOD. Jika di pasaran, konsumen yang kurang teliti akan menganggap kedua produk tersebut sama karena sebenarnya kata-kata “sedap” lah yang biasa didengar dan muncul di benak konsumen. Oleh karena itu saat mereka melihat tulisan “sedap” yang tertera di kemasan, tanpa sempat memperhatikan jumlah huruf “a”nya, mereka langsung membeli produk tersebut. Beberapa konsumen menganggap ”Mie Sedaap” dan ”Supermi Sedaaap” adalah satu produsen, apalagi Supermi bisa dikatakan sebagai induk dari semua mi instant di Indonesia, jadi bukan suatu hal yang mustahil jika masyarakat akhirnya lebih memilih ”Supermi” yang lebih punya nama dibandingkan dengan ”Mie Sedaap” yang asli. Hal ini tentunya sangat merugikan WINGSFOOD karena adanya persamaan pada pokoknya tersebut dapat berdampak pada merosotnya omzet penjualan produk “Mie Sedaap” itu sendiri. Selain itu, juga merugikan konsumen yang memang menggemari “Mie Sedaap” karena mereka merasa tertipu apabilamereka salah membeli produk hanya karena tidak memperhatikan jumlah huruf “a” pada merek.

Dari sisi HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), produk dagang “Mie Sedaap” yang pertama bisa menuntut prusahaan Supermi atas produk yang dianggap meniru produk daganya. Dalam kasus ini, Supermi Sedaaap melanggar hak milik industri terkait dengan merek produk, desain tulisan, atau kemasan yang sama atau hampir sama. Hak milik industri ini berlaku selama 10 tahun, jika setelah jangka waktu tersebut produsen, dalam hal ini WINGSFOOD, tidak mendaftarkan lagi produk dagangnya, maka perusahaan lain baru bisa mengambil alih penggunaan merk dagang tersebut.

Sumber:

 http://moo-ach.blogspot.com/2010/02/tugas-analisis-kasus-hukum-merek-dagang.html

 

 

 

 

Leave a comment